Studi di Nature Communications menunjukkan bahwa tanpa protein "magnetoreception" alami mereka, lalat tidak merespon medan magnet, tapi menggantikan protein itu dengan versi manusia memulihkan kemampuan tersebut.
Meskipun banyak kontroversi, tidak ada bukti konklusif bahwa manusia dapat merasakan medan magnet bumi, dan penemuan tersebut mungkin akan menghidupkan kembali pemikiran tersebut.
Meskipun manusia, seperti burung migran, diketahui memiliki cryptochrome dalam mata mereka, pemikiran atau gagasan magnetoreception manusia tetap belum diselidiki sebagian besarnya sejak percobaan awal yang dirintis oleh Robin Baker dari Universitas Manchester pada tahun 1980-an.
Dr. Baker menggunakan serangkaian percobaan panjang pada ribuan sukarelawan yang menunjukkan manusia secara tidak langsung dapat merasakan medan magnet, meskipun ia tidak pernah secara definitif mengidentifikasi mekanismenya. Dalam tahun-tahun berikutnya, beberapa kelompok berusaha untuk mengulang percobaan tersebut, dan mengklaim hasil yang bertentangan.
Di jantung penelitian ini terdapat molekul yang disebut cryptochrome, protein kuno yang hadir dalam dua bentuk utama, di setiap binatang di bumi.
Protein tersebut terlibat dalam regulasi ritme sirkadian, "jam biologis" manusia dan hewan lainnya, dan dalam keterampilan navigasi beberapa spesies termasuk burung migran, kupu-kupu monarch, dan lalat buah Drosophila melanogaster.
Namun mekanisme seutuhnya di balik kemampuan navigasi hewan tetap menjadi sebuah misteri, dan area penelitian aktif.
Steven Reppert dari University of Massachusetts Medical School dan rekan-rekannya telah mengamati peran yang dimainkan cryptochrome pada beberapa spesies selama beberapa tahun.
Lalat D. melanogaster dapat direkayasa secara genetik untuk menghasilkan cryptochrome-2, versi protein yang ada pada kupu-kupu monarch dan hewan vertebrata termasuk manusia.
Tahun lalu, tim Dr. Reppert menunjukkan dalam makalah Nature bahwa lalat tanpa cryptochrome tidak mampu menyesuaikan diri dengan medan magnet, tapi kemampuan magnetoreception diperoleh kembali ketika lalat menghasilkan cryptochrome-2.
"Kami telah mengembangkan sebuah sistem untuk mempelajari mekanisme nyata magnetosensing pada lalat buah... kita dapat menempatkan protein dari hewan lain ke dalam lalat dan bertanya, 'apakah protein ini dalam bentuk berbeda benar-benar berfungsi sebagai magnetoreceptor?'," Dr. Reppert kepada BBC News, Selasa (21/6/11).
"Dari semua vertebrata, salah satu yang tampaknya paling masuk akal ialah mencoba memasukkan cryptochrome dari manusia."
Dr. Reppert mengatakan bahwa kesulitan dalam memisahkan sifat magnetosensing manusia, jika ada, ialah seperti ritme sirkadian di mana cryptochrome juga terlibat di dalamnya, kita bereaksi terhadapnya tanpa mengetahuinya.
"Saya akan sangat terkejut jika kita tidak memiliki indera ini; itu digunakan pada berbagai jenis hewan lain. Saya pikir masalahnya ialah mencari tahu bagaimana kita menggunakannya."
Dr. Baker mempertahankan hasilnya yang membuktikan magnetoreception manusia "luar biasa". Dia berharap bahwa penemuan itu menyegarkan kembali penelusuran lebih lanjut tentang masalah itu.
"Saya pikir salah satu hal yang membuat orang tidak menerima realitas magnetoreception manusia 20 tahun lalu ialah kurangnya reseptor yang jelas," katanya kepada BBC News.
"Jadi hasil baru ini sebenarnya mungkin memadai untuk menyeimbangkan kredibilitas. Saya akan terpesona melihat."
Tweet |
Informasi/Berita tentang Mata Manusia Bisa Seperti Kompas ini dipublikasikan pada hari Rabu, 22 Juni 2011